I Finally Found it!
Pengalaman pertama saya mencari uang yang adalah saat libur kelulusan SMA. Waktu itu ada masa transisi sebelum masuk kuliah, dengan libur panjang sekitar tiga bulan. Saya bekerja di stall es krim Campina milik teman kakak saya, yang lokasinya ada di Koperasi Mahasiswa UNPAD, Dipatiukur. Sebelumnya, saya sempat melamar ke sebuah distro baru di daerah Riau—kalau tidak salah namanya Magnetic—tapi tidak diterima. Akhirnya, saya pun berakhir di stall es krim itu.
Setelah itu, di tahun 2007 saya sempat magang desain di Rock n Rebel. Lalu sekitar 2009, saya mulai membangun rumah produksi video bareng Mega, sobat saya waktu kuliah. Kami sempat lanjut setelah lulus, walau jalannya on-off, karena saya juga sempat bekerja di beberapa perusahaan swasta sampai sekitar pertengahan 2018. Tahun 2019 saya coba jalani hidup sebagai konten kreator full-time, lalu dari 2020 sampai 2023 sempat jadi tenaga honorer di Pemkot Bandung. Di luar itu, saya juga pernah jalani kerjaan informal—mulai dari jadi sopir taksi konvensional (AA Taxi), ojol di Gojek, sampai driver wedding untuk Twins Wedding Car. Lumayan, kalau ditulis semua mah kayak CV resmi Gini.
Area kerja biasanya setengah akun, setengah kreatif—kebanyakan di departemen marketing. Waktu di Pemkot, fokusnya jadi konten kreator. Kalau mengutip istilah Pandji Pragiwaksono, mungkin bisa dibilang saya ini seorang "office zombie": kerja hanya demi gaji, prestasi standar, ambisi sempat ada tapi akhirnya padam begitu saja. Nggak bisa dibilang performa buruk juga, tapi ya gitu... nanggung, in between lah.
Kenapa bisa begitu? Setelah bertahun-tahun, akhirnya paham juga. Ternyata saya tipe orang yang nggak suka diarahkan—alias sakarep dewek. Kata Mega sih, mungkin saya terlalu mengamini ideologi punk rock yang tertanam di alam bawah sadar sejak lama. Makanya, waktu sempat jadi konten kreator full-time sekaligus YouTuber, meskipun traction-nya masih kecil, rasanya justru paling bergairah. Ada semangat. Ada gairah.
Karena memang ingin jadi pekarya—tanpa harus diarahkan siapa pun. Apapun medianya, apapun platformnya, keinginan utama adalah mencipta. Mengekspresikan apa pun yang ingin dibuat, tanpa batas, tanpa kompromi. Dan kalau bisa, tentu harapannya apresiasi dari karya itu bisa dikonversi jadi penghasilan. Bukan semata soal uang, tapi tentang hidup dari sesuatu yang benar-benar diyakini dan dinikmati prosesnya.
Sampai akhirnya, di akhir 2023, benar-benar jadi korban layoff dari kantor. Saat itu saya resmi switch haluan, mulai jualan Sloppybot. Padahal, gerobaknya sendiri sudah saya beli sejak akhir 2020—sebagai bentuk safety net kalau sewaktu-waktu kena layoff. Soalnya, selama kerja di instansi Pemkot dari 2020 sampai 2023, posisi memang serba tanggung. Bukan bawaan orang dalam, bukan juga bagian dari sistem tetap. Ancaman kontrak tidak diperpanjang selalu menghantui di tiap akhir tahun. Maka dari itu, saya siapkan rencana cadangan: beli gerobak, bikin brand Sloppybot, siapa tahu suatu saat dibutuhkan. Dan ternyata, saat itu datang juga.
Tak terasa dari November sampai December 2023 mulai pop up sloppybot sambil menjalani 2 bulan akhir di kantor dan januari 2024 mulai daily life sebagai sandwich hustler udah sampe tahap ini. Banyak pelajaran, banyak kawan baru, pengalaman, tantangan Dan semua dinamika ber wirausaha ini sungguh nikmat. Saya menikmati tiap perjalanannya, tiap milestone nya, langkah demi langkah, semoga jalan ini selalu Allah berkahi dan mudahkan. Oiya beh (babeh;bapak saya) I finally become an entrepreneur now.. I know you will be proud of it.. and i finally found my way to survive..
Comments
Post a Comment